Kamis, 04 Desember 2014

Ohr Ein Sof VS Amitabha



It’s interesting to compare these two religion important terms. Both have same meaning “Unlimited Light”. How come two unrelated religions could get same idea? This even more interesting due to many believers of mixed religion called Jubu or Buju. My private theory is these two traditions indeed have some similiarity from the beginning. These two religions had given birth several pinnacles of modern human civilization and also technology.
Amitabha Buddha is celestial Buddha who possess pure land, the land of Buddhahood. In Mahayana Buddhist, Amitabha has God like position comparable to western tradition, this fact sometimes opposite to the previous tradition, which famous quote “There is no God in Buddhism”.
The opposite also happen in Ohr Ein Sof, which come from Kabbalah tradition of Judaism. Judaism the forerunner of monotheistic  religions, had one God. The God which has personality, favour, will and power. But Ohr Ein Sof, God prior to His self manifestation, is sometimes depict as Zen like circle, none personification.
My theory is the Kabbalah tradition could come from analytical and geniusness of ancient Jew, who need more explanation for the existence of God. It similiar with modern chemist curious to know beyond water there is H2O, beyond H2O there are Hydrogen and Oxygen, beyond atoms there are sub atoms and so on. Buddhist tradition in fact was pure analytical from the beginning, then Mahayana tradition started to think God like Buddha who could be worshiped, hear our pray, and help us in our  misery, and come up  with Amitabha Buddha. These two reality just opposite, interesting.
And like scientists who study on the same object, they also come to the same conclusion, in the beginning there was Nothing. End.

Sabtu, 22 November 2014

Mimpi mungkin dapat membuka misteri parallel universe

Baru-baru ini seorang ahli fisika telah memunculkan spekulasi baru, bahwa parallel universe (semesta paralel) mungkin ada di semesta yang sama dengan kita sekarang, namun secara fisika saat ini kita tidak dapat berhubungan dengan semesta paralel tersebut.
Di benak saya sendiri terbesit spekulasi yang lebih liar lagi, bahwa mimpi mungkin adalah bentuk komunikasi antar semesta ini. Dengan berhasil dibuktikannya teori quantum entanglement, seolah-olah sebuah kotak pandora telah dibuka, segala macam pemikiran liar menjadi mungkin, teori fisika bisa menjadi new age spirituality, benar-benar gila.
Saya berspekulasi, mimpi merupakan bentuk koneksi sesaat antar semesta. Di dalam mimpi apapun bisa terjadi dan kelihatan nyata sekali. Umpamanya kita bisa terbang, bisa berenang seperti ikan, dan lain-lain, yang tidak mungkin terjadi di dunia "yang ini". Menurut saya di semesta lain itu kita bisa terkonek dengan apa saja, pada saat kita bermimpi terbang, mungkin kita terkonek dengan seekor burung di semesta "sana". Demikian juga kita bisa menjadi ikan, atau mahluk yang lain di sana. Mimpi memang bisa make a sense atau sama sekali absurd, tidak ada yang aneh kalau itu semua mungkin merupakan keadaan di semesta "anta beranta" yang hukum fisikanya sama sekali berbeda dengan semesta kita. Antara kita dengan semesta yang tetangga itu sebenarnya hanya dibatasi oleh tabir tipis, yaitu momen kolaps nya fungsi gelombang (wave function collapse) dimana banyak kemungkinan termaterialisasi menjadi realitas "yang ini", itulah momen, yang biasa kita romantisasi kan menjadi "one moment in life" atau sebuah momen dalam kehidupan (cieh romantis banget).
Dari pembabaran saya ini, ada benang merah yang kuat antara momen dan mimpi, mungkin itulah sebabnya ketika kita menyesal tidak berani menangkap momen berkenalan dengan wanita di bangku seberang saat naik angkot, kita membawanya dalam mimpi, dengan memimpikan kita bergandengan tangan dengan wanita tersebut, bisa jadi memang itulah yang terjadi di semesta "seberang".
Pesan saya, hiduplah secara full (jadi teringat ama mbah Surip, hihihi) moment by moment without regret, then you have the chance being more than life.. :) okay.
Terakhir saya tambahkan ucapan terkenal dari Zhuangzi, filosof terkenal China dari milenia yang lalu :

Once upon a time, I, Zhuangzi, dreamt I was a butterfly, fluttering hither and thither, to all intents and purposes a butterfly. I was conscious only of my happiness as a butterfly, unaware that I was ZhuangziNow I do not know whether I was then a man dreaming I was a butterfly, or whether I am now a butterfly, dreaming I am a man.
Suatu hari, aku, Zhuangzi, bermimpi aku adalah kupu-kupu, terbang ke sana kemari, seperti laiknya kupu-kupu. Saya sadar dengan penuh kebahagiaan sebagai kupu-kupu, tanpa menyadari bahwa aku Zhuangzi. Sekarang aku tidak tahu apakah aku adalah seorang pria bermimpi aku kupu-kupu, atau apakah saya sekarang kupu-kupu, bermimpi aku seorang laki-laki.